Minggu, 03 Oktober 2010

NEW MEGA PRO VS BYSON

Honda kembali mengangkat motor terbaru andalannya, setelah honda scoopy, Honda New Mega Pro. Dengan teknologi yang semakin tinggi, walaupun dengan 150cc, lebih kecil, tapi tetap dan bahkan lebih irit dan dengan kerja mesin maksimal, dibandingkan dengan produk serupa sebelumnya. Dengan konsep street fighter, Honda New Mega Pro berkarakter penuh oto, padat, modern dan aerodinamis dengan tampilan yang masih sportif.
Mesin Honda New Mega Pro ini menggunakan sensor dan CDI 12 Ignition mapping, yaitu piranti untuk meningkatkan ketepatan respon mesin terhadap putaran throttle yang menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna dan menghasilkan semburan semakin besar tetapi tetap mempertahankan keiritan bahan bakarnya. Teknologi ini dipadu dengan penggunaan komponen yang rendah gesekan di dalam mesin seperti piston bertekstur atau rough surface piston, roller rocker arm dan crankshaft bearing.Nampaknya kehadiran Honda New Mega Pro ini untuk menyaingi pasar setelah sebelumnya Yamaha juga mengeluarkan Yamaha Bison nya.

Jumat, 01 Oktober 2010

IBU KOTA INDONESIA BAKAL PINDAH?

Pemerintah Indonesia belum lagi mewacanakan soal rencana perpindahan Ibukota Negara Republik Indonesia. Sekretaris Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Syahrial Loetan mengatakan, meski suasana Kota Jakarta ini sudah penuh sesak dengan transportasi amburadul, tetap saja keinginan berpindah itu belum ada.

"Dulu wacana itu pernah ada, tapi tertunda," ujar Syahrial dalam obrolan bersama wartawan di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis 25 Februari 2010.

Menurut Syahrial, dalam program tahun 2010 atau jangka panjang lima tahun ke depan, rencana perpindahan ibukota sama sekali tidak dicantumkan. Keinginan ini harus tertunda dengan alasan karena biayanya yang mahal.

Jangankan untuk menebak berapa dana yang dibutuhkan, Syahrial mengatakan dalam bentuk studi kelayakan sekalipun Bappenas tidak memilikinya. "Perpindahan itu mungkin saja tapi tidak bisa satu dua tahun, itu butuh masterplan yang besar dan belum ada," kata dia.

Syahrial mengibaratkan memindahkan ibukota seperti membuat kota baru. Kehidupan ini mulai dari lingkup manusia yang berkerja di dalamnya,  sistem IT, infrastruktur fisik pendukung, juga sistem birokrasi yang harus dipikirkan. Jangan sampai hanya karena keinginan untuk pindah, nantinya biaya operasional yang ada justru semakin mahal.

Tahap pemindahan itu, kata dia, terlebih dahulu perlu dibuat desain dari kota yang diinginkan. "Karena memindahkan kota, layaknya memindahkan sebuah kehidupan," ujar Syahrial.

Artinya bagaimana membuat konsep tata kota mulai dari landscape (tidak bergunung-gunung dan terlalu datar), kemudian perencanaan kota termasuk membuat pemetaan dengan matang.

Mahalnya biaya yang dibutuhkan itu antara lain adalah untuk pembangunan kantor, perumahan, tempat bisnis, rumah sakit, sekolah, sarana ibadah dan lain sebagainya. Persiapan ini perlu dibuat dengan matang, agar sebuah ibukota itu jangan sampai salah konsep seperti Jakarta.

"Kalau mau pindah, jangan sampai amburadul lagi," katanya. Syahrial pun menunjuk banyak kota besar di Indonesia yang dalam perkembangannya sekarang mulai salah kelola.

Meski tidak berencana pindah, namun demikian, Pemerintah Pusat mengakui kesulitan menata Jakarta. Pasalnya kota pemerintahan yang sedang dibangun ini adalah sebuah kota yang dibangun dari sebuah kampung. Semuanya dilakukan spontan tanpa rencana strategis dan konsep yang jelas. Tak heran Kota Jakarta sulit disebut sebagai kota pemerintahan, kota bisnis, atau kota pendidikan.

"Kalau kami mau langsung paksakan, tentu akan banyak korban. Namanya juga kota dibangun dari kampung yang sudah ada. Jadi kalau mau begini, tentu yang punya tanah minta ganti mahal, trus spekulan main, ini kan repot," kata dia.

hadi.suprapto@vivanews.com• VIVAnews

SEJARAH KOTA BOGOR

Ada beberapa pendapat atas asal-usul penamaan kota Bogor. Pendapat pertama mengatakan bahwa nama Bogor itu berasal dari salah ucap orang Sunda untuk Buitenzorg. Buitenzorg adalah nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda. Pendapat kedua, nama Bogor berasal dari kata baghar atau baaqar yang berarti sapi. Alasannya, karena didalam Kebun Raya ada sebuah patung sapi. Pendapat ketiga menyatakan, nama Bogor itu dari kata Bokor yaitu sejenis bakul logam tanpa alasan yang jelas. Pendapat keempat, nama bogor itu asli karena nama bogor berarti tunggul kawung, enau atau aren. Pendapat ini ditemukan dalam pantun yang berjudul "Ngadegna Dayeuh Pajajaran" yang dituturkan Pak Cilong.

Pada masa ibukota kerajaan Pajajaran dibumihanguskan pasukan Banten, pada tahun 1579, disebutkan bahwa seluruh ibukota kerajaan dihancurkan dan penduduknya dibunuh atau diusir. Pada saat kekuasaan Mataram atas Priangan lepas ke tangan VOC di tahun 1705, serta kemerdekaan Banten berakhir pada tahun 1695 dan berada dibawah kontrol VOC, wilayah bekas ibukota Pajajaran termasuk dalam pengawasan kekuasaan VOC. Bertolak dari uraian terdahulu dapatlah dikatakan bahwa kedudukan Bogor itu pada awalnya termasuk dalam lingkup Kerajaan Pajajaran, bahkan di tempat itulah letaknya ibukota kerajaan. Setelah sekian lama hilang dari percaturan historis yang berarti kurang lebih selama satu abad sejak 1579, kota yang pernah berpenghuni 50.000 jiwa itu menggeliat kembali menunjukkan ciri-ciri kehidupan. Reruntuhan kehidupannya mulai tumbuh kembali berkat ekspedisi yang berturut-turut dilakukan oleh Scipio pada tahun 1687, Adolf Winkler tahun 1690 dan Abraham van Riebeeck tahun 1704, 1704 dan 1709.

Dalam memanfaatkan wilayah yang dikuasainya, VOC perlu mengenal suatu wilayah tersebut terlebih dahulu. Untuk meneliti wilayah dimaksud, dilakukan ekspedisi pada tahun 1687 yang dipimpin Sersan Scipio dibantu oleh Letnan Patinggi dan Letnan Tanujiwa, seorang Sunda terah Sumedang.

Dari ekspedisi tersebut serta ekspedisi lainnya, tidak ditemukannya pemukiman di bekas ibukota kerajaan, kecuali di beberapa tempat, seperti Cikeas, Citeureup, Kedung Halang dan Parung Angsana. Pada tahun 1687 juga, Tanujiwa yang mendapat perintah dari Camphuijs untuk membuka hutan Pajajaran, akhirnya berhasil mendirikan sebuah perkampungan di Parung Angsana yang kemudian diberi nama Kampung Baru. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal tempat kelahiran Kabupaten Bogor yang didirikan kemudian. Kampung-kampung lain yang didirikan oleh Tanujiwa bersama anggota pasukannya adalah: Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar. Dengan adanya Kampung Baru menjadi semacam Pusat Pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya.

Dokumen tanggal 7 November 1701 menyebut Tanujiwa sebagai Kepala Kampung Baru dan kampung-kampung lain yang terletak di sebelah hulu Ciliwung. Dengan demikian, Tanujiwa telah ditunjuk sebagai pemimpin kaum koloni di daerah itu. Atas dasar itulah, De Haan memulai daftar bupati-bupati Kampung Baru atau Buitenzorg dari tokoh Tanujiwa (1689-1705), walaupun secara resmi penggabungan distrik-distrik baru terjadi pada tahun 1745.

Pada tahun 1745 sembilan buah kampung digabungkan menjadi satu pemerintahan dibawah Kepala Kampung Baru yang diberi gelar Demang. Gabungan kesembilan kampung inilah yang disebut Regentschap Kampung Baru yang kemudian menjadi Regentschap Buitenzorg. Pada tahun 1740, sewaktu masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, dibangunlah tempat peristirahatan, pada lokasi Istana Bogor sekarang yang diberi nama Buitenzorg. Dari waktu ke waktu, villa tersebut terus berkembang dengan pesat baik dari sisi fisik maupun fungsinya.

Pada tahun 1754, Bupati Kampung Baru, Demang Wiranata mengajukan permohonan kepada Guubernur Jenderal Jacob Mossel agar diijinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati, terletak di Timur Cisadane dekat Cipakancilan yang lokasinya dekat empang besar. Nama Empang selanjutnya berangsur-angsur mendesak nama Sukahati, yang akhirnya pada tahun 1815 secara resmi nama daerahnya adalah Empang. Dengan dibukanya jalur hubungan kereta api Batavia-Buitenzorg pada tahun 1873, sangat mempengaruhi mobilitas sosial dan perekonomian kota.



(Penulis: Mumuh Muhsin Z, Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, tahun 2000)
Diambil dari : www.sundanet.com